\
Maulana Malik Ibrahim merupakan wali yang tertua
dari Sembilan wali atau wali songo / wali sanga / wali 9.
Maulana
Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim
As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal
abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti
pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana
Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan
Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri
(Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama
Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro
diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad
saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun
sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra.
Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha
alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun
1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa
versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang
ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam
wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik.
Aktivitas
pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka
warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu
secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat
secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih
kerabat istrinya.
Kakek
Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat
bawah kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya,
yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda
krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat
belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini
terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.
2.1.
Beberapa Cara Maulana Malik Ibrahin Menyebarkan Islam.
Maulana
Malik Ibrahim, dikenal pula dengan sebutan Syekh Maghribi atau juga Sunan
Gresik. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau berjasa kepada masyarakat.
Karena beliaulah yang mula pertama menyebarkan Islam di tanah Jawa.
Sehingga
berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau Jawa yang kebanyakan masih beragama
Hindu dan Buddha di kala itu akhirnya mulai banyak yang memeluk Islam. Adapun
dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Sudra yang
dapat diajak memeluk Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana dan Ksatria pada
umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalangan Brahmana
yang lari sampai ke Pulau Bali serta menetap di sana. Mereka akhirnya
mempertahankan diri hingga sekarang dan agama mereka kemudian dikenal dengan
sebutan agama Hindu Bali.
Maulana
Malik Ibrahim mulai menyiarkan Islam di tanah Jawa bagian timur. Dari sanalah
beliau memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untuk mengembangkan
Islam. Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalan mendekati pergaulan
dengan masyarakat. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak,
sebagaimana diajarkan Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya di dalam
pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan
kepercayaan hidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara
spontan terhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam kehidupan mereka,
melainkan beliau hanya memperlihatkan keindahan dan ketinggian ajaran-ajaran
dan didikan yang dibawa Islam. Berkat keramahtamahannya serta budi bahasa dan
pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke
dalam Islam.
Untuk
mempersiapkan kader umat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan guna
menegakkan ajaran-ajaran Islam, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang
merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng para siswa sebagai
calon muballigh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk
Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. Tentu saja orang-orang itu
tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangan
secukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.
3.1.
Peninggalan Maulana Malik Ibrahim
Masjid
Tertua di tanah Jawa ternyata ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Masjid
tersebut adalah Masjid Pesucinan, satu-satunya masjid peninggalan Syekh Maulana
Malik Ibrahim, di Dusun Pesucinan, Desa Leran, Kecamatan Manyar Gresik, yang
kini dikenal dengan Masjid Tertua di pulau Jawa.
Dalam
catatan sejarah perjalanan panjang Syeikh Maulana Malik Ibrahim ke Pulau Jawa,
daerah yang pertama kali dituju dan disinggahi adalah Desa Sembolo atau
yang kini dikenal dengan Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, pada tahun 1389
Masehi. Dahulu, desa ini berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit, dan
terletak persis di bibir laut Jawa, 9 kilometer dari pusat kota Gresik
sekarang.
Sayangnya,
Tidak banyak catatan sejarah yang bercerita mengenai keberadaan Masjid
Pesucinan yang berlokasi di tengah-tengah areal pertambakan tersebut.
Sebab letaknya yang sulit dijangkau oleh kendaraan besar seperti
bus pariwisata, membuat masjid yang berumur sekitar 664 tahun ini tampak asing
dari hiruk pikuk kunjungan wisatawan, seperti masjid bersejarah pada umumnya di
negeri ini.
Masjid
peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim ini, dipercaya penduduk setempat dan
beberapa ahli sejarah merupakan masjid tertua di pulau Jawa peninggalan Syeikh
maulana Malik Ibrahim, salah seorang diantara tokoh wali songo yang terkenal.
Secara
kasat mata, masjid ini tidak terlihat mempunyai nilai sejarah tinggi, sebab
telah beberapa kali mengalami pemugaran. Bahkan, dari beberapa catatan yang
dihimpun Gresikgress.com, Masjid Pesucinan sudah di pugar beberapa kali, dan
pemugaran terakhir terjadi pada tahun 2005.
kesaktian maulana malik ibrahim
Syekh Maulana Malik Ibrahim yang disebut juga Sunan Maulana Malik
Ibrahim adalah seorang ulama yang mengembara. Pada saat
mengembara disuatu tempat yang sangat amat panas dari kejauhan ia melihat
kerumunan banyak orang. Orang-orang disitu mengelilingi panggung batu-batuan.
Diatas batu-batuan itu terdapat seorang gadis berpakaian putih yang di apit
oleh dua orang lelaki berbadan besar dan bengis memegangkan tangan sang gadis
yang sembari meronta-ronta. Disitu juga ada seorang pendeta yang sedang
membacakan matranya. Si pendeta akan memulai upacaranya dengan memegang pisau.
Ditengah-tengah upacara itu, Sultan Maulana Malik Ibrahim datang mengampirinya. "Ada tontonan apa ini Tuan?", tanya sunan. Lalu si pendeta menjawab "Upacara persembahan Tuan. Dan kenapa gadis itu menjerit dan meronta-ronta?, "Dialah gadis yang sebentar lagi akan dibunuh untuk dipersembahkan kepada dewa hujan". Untuk apa?, agar mendatangkan hujan karena daerah kami sudah mengalami kemarau yang berkepanjangan, sehingga ladang kami tidak bisa menghasilkan panen.
Sesaat lagi si pendeta akan menikamkan pisaunya ke tubuh sang gadis. Hei Kalian ! TUNGGU ! Jangan dibunuh gadis itu ! ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu Sunan memohon agar upacara ini diberhentikan akan tetapi kedua orang laki-laki berbadan besar langsung menyergap Sunan Maulana Malik Ibrahim untuk ditangkapnya. Namun baru beberapa langkah saja kaki mereka berdua lumpuh tidak bisa bergerak.
Maaf Tuan - Tuan semuanya! kami ingin membatu kalian, ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu dibantah oleh si pendetanya "Ah Omong Kosong! kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kami memerlukan air hujan!". Lalu Sunan berkata kepada orang-orang disekitarnya, "Sudah berapa korban yang dibunuh?", "Ini korban yang ketiga Tuan" ucap orang-orang disitu. "Apakah hujan sudah turun ?", "Belum Tuan!" ucap orang-orang disitu. "Apakah kalian ingin tetap hujan turun?", "Betul Tuan, kami sangat membutuhkan air hujan" ucap orang-orang secara serempak."Baik Insya Allah Tuhan akan menolong kalian" ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Maulana Malik Ibrahim bersama kelima muridnya menghadap ke kiblat, melakukan shalat sunah Istiqah (memohon hujan) dua rakaat. Beberapa saat kemudian langit terlihat mendung lalu hujan turun dengan lebatnya.
Orang-orang bersorak gembira. sudah lama sekali mereka menantikan kehadiran hujan deras seperti ini. Bapak-bapak Ibu-ibu sekalian berhentilah bersorak-sorak dan menari. Tenanglah !. Mari kita bersama-sama mengucap syukur Alhamudlilah ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Lalu Sunan berkata jangan berterima kasih dan menyembah-nyembah kepadaku, karena hujan yang turun ini adalah kehendak Allah, lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
Ditengah-tengah upacara itu, Sultan Maulana Malik Ibrahim datang mengampirinya. "Ada tontonan apa ini Tuan?", tanya sunan. Lalu si pendeta menjawab "Upacara persembahan Tuan. Dan kenapa gadis itu menjerit dan meronta-ronta?, "Dialah gadis yang sebentar lagi akan dibunuh untuk dipersembahkan kepada dewa hujan". Untuk apa?, agar mendatangkan hujan karena daerah kami sudah mengalami kemarau yang berkepanjangan, sehingga ladang kami tidak bisa menghasilkan panen.
Sesaat lagi si pendeta akan menikamkan pisaunya ke tubuh sang gadis. Hei Kalian ! TUNGGU ! Jangan dibunuh gadis itu ! ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu Sunan memohon agar upacara ini diberhentikan akan tetapi kedua orang laki-laki berbadan besar langsung menyergap Sunan Maulana Malik Ibrahim untuk ditangkapnya. Namun baru beberapa langkah saja kaki mereka berdua lumpuh tidak bisa bergerak.
Maaf Tuan - Tuan semuanya! kami ingin membatu kalian, ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim. Lalu dibantah oleh si pendetanya "Ah Omong Kosong! kalian tidak mungkin dapat membantu kami. Kami memerlukan air hujan!". Lalu Sunan berkata kepada orang-orang disekitarnya, "Sudah berapa korban yang dibunuh?", "Ini korban yang ketiga Tuan" ucap orang-orang disitu. "Apakah hujan sudah turun ?", "Belum Tuan!" ucap orang-orang disitu. "Apakah kalian ingin tetap hujan turun?", "Betul Tuan, kami sangat membutuhkan air hujan" ucap orang-orang secara serempak."Baik Insya Allah Tuhan akan menolong kalian" ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Maulana Malik Ibrahim bersama kelima muridnya menghadap ke kiblat, melakukan shalat sunah Istiqah (memohon hujan) dua rakaat. Beberapa saat kemudian langit terlihat mendung lalu hujan turun dengan lebatnya.
Orang-orang bersorak gembira. sudah lama sekali mereka menantikan kehadiran hujan deras seperti ini. Bapak-bapak Ibu-ibu sekalian berhentilah bersorak-sorak dan menari. Tenanglah !. Mari kita bersama-sama mengucap syukur Alhamudlilah ucap Sunan Maulana Malik Ibrahim.
Lalu Sunan berkata jangan berterima kasih dan menyembah-nyembah kepadaku, karena hujan yang turun ini adalah kehendak Allah, lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
3.2.Saran
Tiada gading yang tak rentak begitulah kata pepatah. Seperti halnya
makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik saran dari
pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapan agar makalah ini bisa
menjadi referensi dalam pembelajaran sejarah peradaban islam
0 komentar